Penggunaan Lumpur Terpapar PFAS Sebagai Pupuk Meningkatkan Risiko Kanker
Laporan EPA menyebutkan bahwa petani yang menggunakan pupuk dari lumpur limbah PFAS berisiko lebih tinggi terkena kanker. Meskipun pasokan makanan tidak terkontaminasi secara umum, risiko meningkat bagi mereka yang mengkonsumsi produk dari lahan tersebut, meminum air sumur, dan mengkonsumsi ikan dari danau tercemar. MPCA berupaya memperbarui strategi pengelolaan biosolida.
Keluarga petani yang mengkonsumsi susu, telur, dan daging dari ternak mereka sendiri berisiko lebih tinggi terkena kanker jika lahan mereka dipupuk dengan lumpur limbah yang terkontaminasi PFAS, menurut laporan EPA minggu ini. Penemuan ini tidak menunjukkan bahwa pasokan makanan secara luas terkontaminasi, tetapi risiko meningkat bagi mereka yang mengkonsumsi produk hewani dari lahan tersebut, serta meminum air sumur dan mengkonsumsi ikan dari danau yang tercemar. Studi draft menunjukkan risiko kanker yang tidak dapat diterima ketika dua jenis bahan kimia PFAS hadir pada level rendah. Para peneliti sangat terkejut bahwa EPA membutuhkan waktu lama untuk mengakui hal ini, mengingat PFAS sudah terbukti dapat berpindah ke tanah, air tanah, dan terakumulasi dalam tanaman tertentu.
PFAS adalah kelompok bahan kimia yang tidak terurai dalam tubuh manusia dan lingkungan, dikaitkan dengan berbagai masalah kesehatan, termasuk kanker. Laporan EPA menyajikan risiko kesehatan baru bagi petani di Minnesota yang menggunakan biosolida sebagai pupuk. Minnesota Pollution Control Agency (MPCA) merumuskan rencana untuk mengelola kontaminasi ini, berusaha meningkatkan pengujian dan regulasi terkait biosolida yang mengandung PFAS, serta memperdebatkan potensi pengujian lahan pertanian di negara bagian.
Temuan EPA mengungkapkan peningkatan risiko kanker bagi keluarga petani yang menggunakan biosolida terkontaminasi PFAS. MPCA berencana untuk memperbarui strategi pengelolaan biosolida berdasarkan informasi baru ini. Isu PFAS memerlukan perhatian lebih, termasuk kemungkinan pengujian lahan dan regulasi yang lebih ketat untuk melindungi petani dan konsumen.
Sumber Asli: www.startribune.com
Post Comment