Loading Now

Mengubah Lanskap Skrining Kanker Prostat

Kanker prostat menjadi perhatian utama dengan meningkatnya kasus dan masalah dalam skrining. Tes PSA yang dikenal bermanfaat juga memiliki kontroversi terkait akurasi dan biaya biopsi yang tinggi. Inovasi diperlukan untuk memudahkan diagnosis dan pengobatan, dengan potensi tes protein sebagai solusi di masa depan.

Protokol skrining kanker yang efektif dapat mengubah hasil untuk pasien secara signifikan. Kanker prostat merupakan salah satu kanker paling umum di kalangan pria di AS. Sebelum pengenalan tes PSA, tingkat kelangsungan hidup lima tahun rendah. Tes PSA, yang diluncurkan pada tahun 1980-an, memberikan informasi awal mengenai masalah prostat melalui analisis darah. Meski bermanfaat, kadar PSA yang tinggi tidak selalu menunjukkan kanker prostat dan bisa disebabkan oleh infeksi, peradangan, atau aktivitas fisik. Biopsi prostat diperlukan untuk diagnosis definitif, namun banyak biopsi yang hasilnya negatif.

Kontroversi mengenai tes PSA meningkat setelah Dr. Richard Albin menerbitkan opini di New York Times yang menyoroti kekurangan tes tersebut. Diskusi ini muncul karena peningkatan pengobatan kanker prostat dengan tingkat rendah. Sayangnya, kurang dari 75% biopsi yang dilakukan setelah hasil PSA tinggi negatif untuk kanker prostat. Saat ini, rekomendasi dari US Preventative Services Task Force adalah bahwa skrining kanker prostat menggunakan tes PSA harus menjadi keputusan individual bagi pria berusia 55 hingga 65 tahun.

Sejak persetujuan tes PSA, pendekatan untuk skrining kanker prostat berkembang. Namun, tren terbaru menunjukkan bahwa kasus kanker prostat semakin meningkat, dengan diagnosis meningkat 3% setiap tahun sejak 2014. Kanker tahap lanjut meningkat 5% per tahun. Faktor-faktor yang berkontribusi termasuk usia, obesitas, dan akses terbatas testing. Meski pengujian PSA mudah dan terjangkau, biaya dan akses ke pencitraan serta biopsi tetap menjadi perhatian.

Urologi menghadapi tantangan kekurangan dokter, di mana lebih dari 60% kabupaten di AS tidak memiliki dokter urologi. Hal ini mengurangi waktu untuk memberikan pelayanan dan pendidikan yang baik kepada pasien. Permintaan untuk tes yang murah dan mudah diterima semakin meningkat. Inovasi sangat dibutuhkan untuk menutup celah antara hasil PSA tinggi dan biopsi prostat, dengan alternatif seperti tes DNA dan RNA yang menjanjikan.

Tes deteksi awal multi-kanker (MCED) berhasil mendeteksi biomarker kanker dalam darah tetapi mahal dan tidak selalu dibayar oleh asuransi. Satu alternatif menarik adalah analisis struktur protein yang lebih sederhana dan murah, dapat mendeteksi protein yang dihasilkan oleh sel kanker. Ini akan membantu dokter dalam mendiagnosis kanker prostat, mengurangi kebutuhan biopsi hingga 55%. Dengan biaya biopsi yang tinggi, pendekatan ini dapat menghemat anggaran kesehatan terkait kanker prostat.

Ke depan, inovasi dalam baku tes dan diagnosis kanker prostat diperlukan untuk memberi panduan jelas bagi dokter. Dengan menyediakan informasi spesifik kanker, pasien dan dokter dapat mengambil keputusan yang lebih berdasar, menghemat waktu serta meningkatkan kemungkinan penyelamatan nyawa.

Kanker prostat adalah salah satu kanker yang paling umum di kalangan pria. Pengenalan tes PSA pada tahun 1980-an dianggap sebagai terobosan dalam deteksi dini kanker ini. Meski bermanfaat, tes ini juga memiliki banyak kritik terkait akurasinya. Ini melibatkan berbagai faktor yang memengaruhi kadar PSA dan kebutuhan untuk biopsi, yang tidak selalu diperlukan. Dalam konteks ini, muncul tantangan baru dalam diagnosis dan pengobatan kanker prostat yang membutuhkan pendekatan yang lebih baik dan lebih efektif.

Skrining dan diagnosis kanker prostat terus menghadapi tantangan, termasuk efektivitas tes PSA dan kebutuhan biopsi. Inovasi dalam alternatif tes, seperti analisis protein, diharapkan dapat meningkatkan proses diagnosis dan meringankan beban biaya. Dengan memahami faktor-faktor yang mendasari penyakit ini dan menerapkan solusi yang lebih efisien, dunia medis dapat memberikan perawatan yang lebih baik bagi pasien kanker prostat.

Sumber Asli: medcitynews.com

Aiden Caldwell is a seasoned journalist with over 15 years of experience in broadcast and print media. After earning his degree in Communications from a prestigious university, he began his career as a local news reporter before transitioning to digital journalism. His articles on public affairs have earned him accolades in the industry, and he has worked for several major news organizations, covering everything from politics to science. Aiden is known for his investigative prowess and his ability to connect with audiences through insightful storytelling.

Post Comment