Pendekatan Penanganan Kanker Prostat: Terlalu Longgar?
Pendekatan skrining kanker prostat dianggap terlalu lemah, terutama setelah pedoman USPSTF tahun 2012 yang mengurangi diagnosis. Meskipun penghematan biaya diperoleh, tingkat kanker agresif meningkat. Pedoman 2018 mengalihkan keputusan skrining kepada pasien, berpotensi menambah risiko tanpa bimbingan yang memadai.
Pendekatan standar terhadap kanker prostat mungkin terlalu longgar. Penulis mengalami diagnosis kanker agresif setelah mendapati bahwa sikap dokter terhadap skrining PSA cenderung menolak. Di tahun 2012, American Preventative Services Task Force (USPSTF) mengeluarkan pedoman yang tidak merekomendasikan skrining kanker prostat, berargumen bahwa banyak pria tidak akan mati karena kanker ini. Namun, 10-20% pria bisa saja memiliki bentuk kanker agresif yang bisa fatal.
Penurunan diagnosis kanker prostat setelah pedoman 2012 tampak efektif, tetapi tingkat kanker agresif meningkat 4-7% per tahun. Meskipun ada penghematan biaya akibat penurunan prostatektomi, biaya perawatan kanker agresif jauh lebih tinggi. Kualitas hidup mereka yang mengalami bentuk agresif mirip atau lebih sulit dibanding pria yang dioperasi, namun dengan harapan hidup yang lebih pendek.
Di tahun 2018, USPSTF mengubah pedoman menjadi “pengambilan keputusan bersama,” menempatkan beban keputusan kepada pasien mengenai skrining. Situasi ini dilihat sebagai sebuah cara untuk memberikan leluasa kepada dokter apabila timbul efek negatif terhadap pasien, yang harusnya menjadi pusat perhatian dalam perawatan kesehatan.
Pendekatan terhadap skrining kanker prostat harus diperbaiki mengingat risiko yang dihadapi pria dengan kanker agresif. Pedoman baru USPSTF memberikan pasien lebih banyak kontrol namun bisa meninggalkan mereka tanpa bimbingan yang memadai. Keseimbangan antara penghematan biaya dan kualitas hidup akan terus menjadi tantangan bagi sistem kesehatan.
Sumber Asli: www.startribune.com
Post Comment