Loading Now

Peningkatan Tes Berbasis Tinja untuk Skrining Kanker Kolorektal

Jumlah tes berbasis tinja untuk skrining kanker kolorektal meningkat, didorong oleh penurunan usia skrining dan kenyamanan tes di rumah. Mark Fendrick, MD, menekankan pentingnya akurasi dan keterlibatan pasien dalam memilih metode skrining. Tes DNA tinja menunjukkan kepatuhan lebih baik dibandingkan dengan FIT.

Tingginya angka skrining kanker usus besar berbasis tinja menjadi tren yang logis, menurut Mark Fendrick, MD. Dalam wawancara, ia menggarisbawahi bahwa kini ada dua juta orang dewasa muda yang memenuhi syarat untuk skrining. Angka kolonoskopi terus menurun, sedangkan tes tinja semakin banyak digunakan. Fendrick merupakan profesor di Fakultas Kedokteran Universitas Michigan dan juga di bidang manajemen kesehatan di fakultas kesehatan masyarakat universitas tersebut.

Kepada tim Patient Care, Fendrick berbicara dalam rangka Digestive Disease Week 2025, di mana ia turut mempresentasikan beberapa studi mengenai penggunaan uji DNA multitarget tinja serta tes darah samar fecal immunochemical. Di dalam video wawancara tersebut, Fendrick menjelaskan tren yang mendorong penggunaan luas tes berbasis tinja. Salah satunya adalah rekomendasi Tugas Kekuatan Layanan Pencegahan AS pada 2021, yang menurunkan usia mulai skrining kanker usus besar dari 50 menjadi 45 tahun. Ini menciptakan tambahan 20 juta penduduk AS yang berhak untuk skrining, sementara jumlah gastroenterolog yang tersedia tidak bertambah.

“Saya rasa penting untuk melihat dari sudut pandang yang lebih luas,” ungkap Fendrick. Ia menjelaskan bahwa dalam bidang skrining, tidak seperti banyak area lainnya, panduan berbasis bukti merekomendasikan beberapa metode untuk skrining kanker kolorektal. Kolonoskopi masih menjadi metode yang paling umum, diikuti oleh tes berbasis tinja seperti FIT (fecal immunochemical tests) dan uji DNA tinja.

“Kenyamanan tes di rumah menjadi salah satu alasan utama mengapa tes berbasis tinja semakin diminati. Selain itu, ada jadwal kolonoskopi yang penuh akibat banyaknya orang yang memenuhi syarat setelah penurunan usia skrining dan juga karena pandemi COVID-19. Dan tanpa penambahan jumlah gastroenterolog, jumlah kolonoskopi terus menurun,” kata Fendrick lebih lanjut.

Fendrick juga mengidentifikasi akurasi sebagai faktor kunci dalam memilih tes berbasis tinja. Beberapa studi menunjukkan bahwa tes DNA tinja memiliki akurasi diagnostik yang lebih baik dibanding FIT. Interval tes juga akan sangat diperhatikan, sebab tes DNA tinja bisa dilakukan setiap tiga tahun, sementara FIT harus dilakukan setiap tahun.

Hal kritis yang perlu ditekankan adalah ketika tes tinja menunjukkan hasil positif. Pasien masih harus menjalani kolonoskopi lanjutan agar proses skrining kanker dianggap selesai. Fendrick mencatat bahwa data menunjukkan bahwa kepatuhan bagi pasien yang melakukan skrining awal dengan tes DNA tinja lebih baik dibandingkan dengan FIT. “Kepatuhan ini juga berlaku untuk kolonoskopi lanjutan,” ujarnya.

Fendrick menegaskan bahwa terlepas dari usia, jenis fasilitas, atau siapa yang merekomendasikan tesnya, lewat pengalaman yang ada, tes DNA tinja menyebabkan kesanggupan yang lebih baik untuk menyelesaikan kolonoskopi lanjutan. Ia menegaskan, lebih baik tidak tahu seseorang positif ketimbang tahu tapi tidak mengikutinya hingga selesai. “Mereka tidak tahu apakah mereka benar-benar mengidap kanker,” kata Fendrick.

Di sisi lain, studi terbaru pada Forum Penyakit Pencernaan 2025 menunjukkan bahwa kolonoskopi lanjutan setelah tes berbasis tinja positif jauh lebih baik di antara orang dewasa berusia 45-49 tahun dan beragam populasi lainnya yang menjalani tes mt-sDNA. Pada kesempatan yang sama, GRAIL juga akan membagikan data dunia nyata dari 100.000 tes Galleri untuk deteksi multi-kanker dalam pertemuan AACR 2025.

Kenaikan popularitas tes berbasis tinja untuk skrining kanker kolorektal menunjukkan adanya perubahan yang signifikan dalam pendekatan skrining. Penurunan usia skrining dan keterbatasan kapasitas kolonoskopi akibat pandemi merupakan faktor utama. Akurasi yang lebih baik dan kenyamanan menjadi dua alasan tambahan mengapa banyak pasien beralih ke metode ini. Keterlibatan pasien dalam membuat keputusan tes sangat penting agar mereka menyelesaikan proses skrining dengan baik.

Sumber Asli: www.patientcareonline.com

Ravi Patel is an esteemed political analyst and journalist with two decades of experience. He graduated from the London School of Economics and has been at the forefront of reporting key political events shaping the global landscape. Known for his incisive commentaries and analytical pieces, Ravi’s work often dives deep into the political processes behind crucial decisions and their implications for civil society. His sharp insights have made him a trusted figure and sought-after commentator in media outlets worldwide.

Post Comment