Loading Now

Risiko Kematian Kanker Prostat Tinggi bagi Pria yang Hindari Screening

Grafis dengan latar belakang biru, diagram statistik informasi kanker prostat, grafik garis dan lingkaran, tanpa angka.

Studi terbaru menunjukkan pria yang menghindari screening prostat memiliki risiko tinggi meninggal akibat kanker. Dari 161.380 pria dalam analisis, yang tidak hadir dalam screening memiliki risiko 45% lebih tinggi. Penelitian ini menekankan perlunya pemahaman lebih baik terhadap kelompok care avoiders dan mendorong partisipasi dalam pemeriksaan kanker.

Suatu analisis atas data dari European Randomized Study of Screening for Prostate Cancer (ERSPC) mengungkapkan bahwa pria yang menghindari pemeriksaan kanker prostat berisiko lebih tinggi meninggal karena penyakit ini. Penelitian ini melibatkan 161,380 pria berusia 55-69 tahun dari tujuh pusat, dengan 72,460 di antaranya diundang untuk screening. Dari jumlah tersebut, 12,401 (17%) tidak hadir dalam setiap janji temu yang dijadwalkan. Mereka yang tidak hadir ini memiliki risiko kematian akibat kanker prostat 45% lebih tinggi dibandingkan yang mengikuti screening, lapor Renée C.A. Leenen, MD, dari Erasmus MC Cancer Institute di Belanda.

Dalam penelitian, pria yang mengikuti screening menunjukkan risiko kematian 23% lebih rendah dibandingkan kelompok kontrol yang tidak pernah diundang untuk screening. Sementara itu, pria yang tidak hadir memiliki risiko kematian akibat kanker prostat 39% lebih tinggi. “Dampak screening terhadap kematian spesifik kanker prostat pada pria yang hadir telah diremehkan,” kata Dr Leenen dalam presentasi lisan.

Dr Leenen juga menekankan, “Pria yang ditawari screening tetapi tidak menghadirinya lebih berisiko meninggal karena kanker prostat dibandingkan pria yang tidak ditawari screening.” Peneliti berasumsi bahwa beberapa pria yang tidak hadir dalam janji temu mungkin termasuk dalam kategori “care avoiders,” yaitu mereka yang umumnya kurang peduli dengan kesehatan dan pencegahan.

Studi ini berupaya memahami siapa yang menghindari screening, alasan dibalik ketidakhadiran mereka, dan cara untuk mendorong kehadiran. “Ketidakhadiran mungkin menjadi faktor penghalang terbesar bagi keberhasilan program screening berbasis populasi untuk kanker prostat,” ungkap Dr Leenen. Tim peneliti saat ini sedang mengembangkan program screening kanker prostat berbasis populasi yang meningkatkan partisipasi.

Program ini bertujuan mengurangi angka kematian terkait prostat secara signifikan dengan cara mendorong kehadiran yang lebih tinggi. Melalui proyek PRAISE-U yang dipimpin EAU, beberapa negara Uni Eropa sedang bekerja sama menyelaraskan pendekatan untuk program screening berbasis risiko yang disesuaikan untuk kanker prostat.

Samuel Haywood, MD, seorang ahli urologi dari Cleveland Clinic, menyebut penelitian ini membuka pandangan baru tentang populasi yang sebelumnya kurang terteliti. “Dalam studi ini, melihat pasien dari ERSPC yang ditawarkan screening tetapi memilih untuk tidak menghadiri, dan mereka menunjukkan tingkat PCSM lebih tinggi dibandingkan yang tidak mendapatkan screening.”

Hasil penelitian ini mengindikasikan bahwa ada karakteristik yang belum terungkap tentang pria-pria ini terkait dengan hasil onkologis yang lebih buruk. Dr Haywood setuju bahwa mereka mungkin termasuk dalam kelompok “care avoiders”. “Kemungkinan mereka menghindari segala bentuk perawatan medis,” ujarnya. Pria-pria ini mungkin memerlukan pendekatan berbeda dibandingkan dengan program screening konvensional.

Di AS, screening PSA tidak lagi direkomendasikan secara rutin karena kekhawatiran tentang overdiagnosis dan pengobatan berlebihan pada kanker yang tidak agresif. Saat ini, American Urologic Association menentang screening PSA untuk pria di bawah 40 tahun, sementara untuk pasien berisiko tinggi usia 40-45 tahun dan pria usia 45 tahun ke atas dengan risiko rendah hingga rata-rata dinyatakan untuk menjalani pemeriksaan.

William Catalona, MD, profesor urologi di Northwestern University, percaya angka kematian akibat kanker prostat bisa lebih banyak dikurangi jika screening dimulai lebih awal dan dengan interval yang lebih sering. Dr Catalona mendukung pendekatan penilaian kecepatan PSA (PSAV), yaitu ketika kadar PSA meningkat lebih dari 0,4 ng/mL selama dua tahun berturut-turut, yang menunjukkan risiko kanker prostat yang lebih tinggi.

Analisis ini memperlihatkan pentingnya partisipasi dalam program pemeriksaan kanker prostat. Pria yang menghindari screening memiliki risiko kematian lebih tinggi, dan ada kebutuhan mendesak untuk memahami cara meningkatkan kehadiran. Selain itu, perlu pendekatan baru dan pengelolaan risiko untuk mencegah potensi dampak serius dari kanker prostat.

Sumber Asli: www.renalandurologynews.com

Sofia Peterson is an acclaimed investigative journalist whose work spans over 15 years, focusing on corporate ethics and accountability. Holding a degree in economics from the University of Helsinki, she seamlessly blends financial understanding with journalistic integrity. Sofia's meticulous investigative approaches have uncovered significant corporate malfeasance, leading to changes in policy and corporate governance. Renowned for her fearless commitment to truth and transparency, she is a mentor to aspiring journalists globally.

Post Comment