Loading Now

Obat Kanker yang Dikonversi Tunjukkan Potensi Mengobati Glioma Tinggi

Penelitian kolaboratif menunjukkan bahwa avapritinib, obat yang disetujui FDA, memiliki potensi dalam mengobati glioma tingkat tinggi, efektif pada tumor dengan mutasi PDGFRA. Pengujian awal pada pasien menjanjikan dengan beberapa mengalami penyusutan tumor. Penelitian ini menyokong perlunya strategi pengobatan yang dipersonalisasi untuk paduan klinis yang lebih baik.

Peneliti dari Universitas Michigan, Dana-Farber Cancer Institute, dan Medical University of Vienna menemukan bahwa obat avapritinib, yang disetujui FDA, menunjukkan potensi dalam mengobati glioma tingkat tinggi (HGG), jenis kanker otak yang agresif. Penelitian ini, yang dipublikasikan dalam jurnal Cancer Cell, menyoroti efektivitas avapritinib dalam menargetkan HGG, khususnya yang memiliki mutasi pada gen PDGFRA, pemicu utama pertumbuhan tumor.

Obat ini awalnya dikembangkan untuk mengobati tumor stromal gastrointestinal dan mastositosis sistemik. Kemampuan avapritinib untuk melewati penghalang darah-otak dan menghambat PDGFRA membuatnya menjadi opsi menarik untuk pengobatan glioma. Sekitar 15% kasus HGG pediatrik mengalami perubahan pada PDGFRA, menjadikannya target terapeutik yang menjanjikan. Prognosis HGG buruk, dengan rata-rata pasien bertahan kurang dari dua tahun, terutama setelah kekambuhan.

Tim peneliti menyaring obat inhibitor tirosin kinase generasi berikutnya yang menargetkan PDGFRA dan menemukan avapritinib sebagai yang paling menjanjikan. Penelitian ini menunjukkan bahwa model HGG dengan amplifikasi PDGFRA merespons dengan baik terhadap obat ini. Penelitian pada model hewan juga menegaskan kemampuan obat ini untuk melewati penghalang darah-otak, yang merupakan tantangan besar dalam pengobatan tumor otak.

Avapritinib telah diberikan kepada delapan pasien HGG dalam program akses yang diperluas untuk mengumpulkan data efektivitasnya pada manusia. Hasilnya menjanjikan, dengan tiga dari tujuh pasien yang dievaluasi mengalami penyusutan tumor. Penelitian ini memberikan wawasan tentang prediktor genetik potensi respons terhadap avapritinib, dan menunjukkan peran baru obat ini pada pasien HGG dengan peningkatan jumlah salinan PDGFRA, yang biasanya terkait dengan prognosis buruk.

Avapritinib menunjukkan keunggulan dibandingkan generasi sebelumnya dari TKIs, yang kegagalannya untuk mengatasi masalah penghalang darah-otak dan mutasi spesifik. Keberhasilannya dalam menghambat sinyal PDGFRA di otak dan tolerabilitasnya membuatnya kandidat yang lebih kuat untuk pengobatan HGG. Positifnya hasil awal menyebabkan pelibatan HGG pediatrik dalam uji klinis fase I yang sedang berlangsung. Tim peneliti juga mengeksplorasi kombinasi avapritinib dengan terapi lain untuk mengatasi resistensi obat.

Namun, ada pertanyaan penting tentang efektivitas avapritinib pada subtipe glioma lainnya. Penelitian menunjukkan bahwa avapritinib efektif pada tumor dengan peningkatan PDGFRA, tetapi efektivitasnya pada tumor dengan mutasi genetik lain, seperti mutasi EGFR, masih tidak jelas. Hal ini menandakan perlunya strategi perawatan yang dipersonalisasi.

Koschmann menekankan pentingnya kombinasi beberapa jenis terapi untuk kemajuan dalam perawatan HGG. “Kami mengetahui bahwa satu obat tidak akan cukup untuk penyakit ini,” tambahnya. “Kemajuan sejati akan dicapai dengan menggabungkan banyak jenis modalitas, seperti menggabungkan obat yang menargetkan jalur yang diaktifkan oleh obat pertama.”

Penelitian ini menunjukkan bahwa avapritinib, obat yang awalnya untuk kanker lain, memiliki potensi besar dalam mengobati glioma tingkat tinggi, khususnya dengan mutasi PDGFRA. Hasil awal menunjukkan efektivitas obat ini, yang membuka jalan bagi strategi pengobatan yang lebih dipersonalisasi dan pengujian lebih lanjut dalam uji klinis. Keberhasilan pengobatan ini menunjukkan pentingnya pengembangan terapi baru untuk kanker otak agresif.

Sumber Asli: www.insideprecisionmedicine.com

Sofia Peterson is an acclaimed investigative journalist whose work spans over 15 years, focusing on corporate ethics and accountability. Holding a degree in economics from the University of Helsinki, she seamlessly blends financial understanding with journalistic integrity. Sofia's meticulous investigative approaches have uncovered significant corporate malfeasance, leading to changes in policy and corporate governance. Renowned for her fearless commitment to truth and transparency, she is a mentor to aspiring journalists globally.

Post Comment