Skrining Kanker Kolorektal: Rekomendasi dan Inovasi Masa Depan
Kanker kolorektal adalah penyebab kematian kanker kedua terbanyak. Skrining dimulai lebih awal dari usia 45 untuk risiko rata-rata. Kolonoskopi dan tes berbasis tinja adalah metode utama. Ada inovasi dalam tes berbasis darah yang bisa menjadi alternatif di masa depan.
Kanker kolorektal merupakan penyebab kematian akibat kanker kedua terbanyak. Meskipun kasus kanker kolorektal menurun pada orang berusia di atas 50 tahun, angkanya justru meningkat pada yang berusia di bawah 50 tahun. Oleh karena itu, rekomendasi untuk mulai melakukan skrining kanker kolorektal bagi populasi dengan risiko rata-rata diturunkan dari usia 50 menjadi 45 tahun karena adanya peningkatan kasus pada kelompok usia yang lebih muda.
Kanker kolorektal umumnya bermula dari polip prakanser. Skrining bertujuan untuk mendeteksi polip agar dapat diangkat sebelum berkembang menjadi kanker, serta untuk menangkap kanker kolorektal tahap awal. Penurunan kasus pada orang yang lebih tua sebagian besar berkat deteksi dini melalui skrining. Namun, alasan peningkatan kasus di usia muda masih belum jelas, dengan faktor seperti obesitas dan perubahan lingkungan yang mungkin berpengaruh.
Skrining kanker kolorektal dilakukan melalui kolonoskopi atau tes berbasis tinja, dengan kolonoskopi menjadi metode paling umum di AS. Kolonoskopi direkomendasikan setiap 10 tahun, sedangkan tes berbasis tinja setiap satu sampai tiga tahun. Bagi populasi dengan risiko lebih tinggi, kolonoskopi lebih disarankan karena lebih sensitif dalam mendeteksi polip prakanser dan kanker. Jika ada riwayat keluarga kanker kolorektal, skrining harus dimulai lebih dini, yaitu dari usia 40 tahun atau 10 tahun lebih awal dari usia anggota keluarga pertama yang didiagnosis kanker.
Ada minat dalam penggunaan tes tinja non-invasif untuk pasien yang sedang dalam pemantauan setelah pengangkatan polip. Walaupun kolonoskopi tetap direkomendasikan, penggunaan kecerdasan buatan (AI) untuk meningkatkan kualitas kolonoskopi tengah digalakkan. Namun, data aplikasinya saat ini masih beragam.
Uji skrining berbasis darah juga baru berkembang untuk mendeteksi tanda kanker dalam darah. Tes ini dirancang untuk menyasar lesi prakanser yang lebih serius dan kanker pada tahap awal. Meskipun tes darah pertama sudah mendapatkan persetujuan dengan tingkat sensitivitas 83%, tingkat sensitivitas untuk polip prakanser yang maju dan kanker pada tahap awal masih rendah, serta memiliki tingkat positif palsu 10%.
Saat ini, tes berbasis darah hanya disarankan untuk pasien dengan risiko rata-rata, mengingat akurasinya masih lebih rendah dibandingkan kolonoskopi dan tes berbasis tinja. Jika efektivitas tes darah meningkat, ini bisa merevolusi pilihan skrining untuk pasien dan memperbarui peran kolonoskopi. Hal ini bisa memberikan banyak kesempatan untuk mendeteksi polip seiring dengan perkembangan waktu.
Kanker kolorektal merupakan masalah kesehatan serius, terutama di kalangan usia muda. Rekomendasi skrining kini dimulai lebih awal, sehingga penting untuk memahami pilihan yang ada. Kolonoskopi masih menjadi standar emas dalam mendeteksi kanker kolorektal, namun ada inovasi dalam tes berbasis darah yang menjanjikan. Kesadaran dan tindakan pencegahan menjadi kunci untuk mengurangi risiko terjadi kanker kolorektal.
Sumber Asli: med.stanford.edu
Post Comment