Apakah Pendekatan Saat Ini Terhadap Kanker Prostat Terlalu Longgar?
Artikel ini membahas penolakan skrining kanker prostat oleh dokter dan pedoman USPSTF 2012, serta dampaknya pada pasien. Meskipun jumlah diagnosis kanker prostat menurun, kanker agresif meningkat, menunjukkan perlunya evaluasi ulang terhadap pedoman dan proses pengambilan keputusan antara pasien dan dokter.
Penilaian mendalam tentang pendekatan saat ini terhadap kanker prostat mengemuka. Pada tahun 2012, seorang pria menerima diagnosis kanker prostat agresif, setelah sebelumnya mengalami penolakan terhadap tes PSA oleh dokter. Dokter mengatakan bahwa risiko dan kerugian dari skrining lebih besar, serta memaparkan statistik tentang kematian akibat kanker prostat yang lebih rendah daripada penyebab lainnya.
Kemudian terungkap bahwa American Preventive Services Task Force (USPSTF) merilis pedoman pada tahun 2012 yang menyarankan untuk tidak melakukan skrining kanker prostat. Mereka berpendapat bahwa mengetahui tentang kanker prostat tidak memperpanjang umur dan bisa merugikan pasien. Pedoman itu mengabaikan fakta bahwa 10-20% pria bisa menderita bentuk kanker yang agresif, yang mampu mempersingkat umur mereka secara signifikan.
Setelah tujuh tahun pasca pedoman tersebut, angka diagnosis kanker prostat turun, tetapi jumlah kanker agresif meningkat 4-7% per tahun. Meski terdapat penghematan biaya karena prosedur prostatektomi yang lebih sedikit, pengobatan terhadap kanker agresif memakan biaya yang jauh lebih tinggi, tanpa menghasilkan perbaikan kualitas hidup yang berarti untuk para pasien.
Pada tahun 2018, USPSTF membalikkan pedoman 2012 dengan menerapkan “keputusan bersama”, yang membebankan keputusan tentang skrining kepada pasien. Namun, hal ini memberi alasan bagi dokter untuk meminta pasien membuat keputusan tanpa cukup waktu atau penjelasan yang mendalam dalam konsultasi singkat.
Pendekatan saat ini terhadap skrining kanker prostat dianggap terlalu longgar, dengan dampak signifikan bagi pasien yang memiliki kanker agresif. Pedoman yang tidak memadai dan keputusan yang dipindahkan kepada pasien berpotensi mengakibatkan diagnosis terlambat. Penutupannya menunjukkan perlunya evaluasi lebih mendalam dibandingkan hanya mengikuti pedoman yang ada, terutama untuk menangani risiko-risiko yang dihadapi oleh kelompok tertentu. Kesehatan pria perlu diutamakan dan diakses secara menyeluruh.
Sumber Asli: www.startribune.com
Post Comment