Obat Kanker yang Dipindahgunakan Berpotensi Mengobati Tumor Otak
Obat avapritinib menunjukkan potensi dalam pengobatan glioma kelas tinggi pada pasien dengan mutasi PDGFRA. Penelitian ini mendemonstrasikan bahwa repurposing obat bisa mengakselerasi terapi yang efektif dan aman. Studi awal menunjukkan hasil yang menjanjikan, meski dibutuhkan uji klinis lanjutan untuk memperkuat temuan.
Pengembangan obat baru adalah proses yang kompleks dan memakan waktu, sehingga banyak pasien dengan kondisi agresif tidak dapat menunggu. Salah satu strategi alternatif adalah menguji obat-obatan yang sudah ada untuk penggunaan baru. Konsep ini bukanlah hal baru; obat telah dipindahgunakan selama beberapa dekade. Repurposing obat yang sudah disetujui oleh FDA dapat mempercepat perawatan yang aman dan efektif bagi pasien yang membutuhkannya.
Sebuah studi terbaru yang dipublikasikan di Cancer Cell menunjukkan pendekatan repurposing yang berhasil dalam populasi pasien dengan glioma kelas tinggi (HGG) yang memiliki hasil historis yang buruk. HGG adalah tumor otak agresif yang cepat tumbuh, khususnya merugikan bagi anak-anak, dengan tingkat kelangsungan hidup yang rendah dan opsi perawatan yang terbatas.
Mariella Filbin, seorang dokter neuro-onkologi pediatrik di Dana-Farber Cancer Institute dan rekan penulis studi tersebut, mencari opsi perawatan baru. Timnya menargetkan reseptor alpha pertumbuhan faktor derivat platelet (PDGFRA), yang umum bermutasi pada HGG pediatrik. Data sekuensing genomik dari pasien HGG menunjukkan bahwa sebagian ada salinan PDGFRA lebih banyak dibandingkan sel non-kanker.
Filbin dan tim mencarikan obat yang sudah disetujui atau sedang diselidiki oleh FDA sebagai inhibitor PDGFRA. Mereka menemukan empat obat dan menguji efeknya pada sel HGG dari tikus dan pasien. Obat avapritinib, yang digunakan untuk tumor stromal gastrointestinal dengan mutasi PDGFRA, menunjukkan potensi tertinggi dengan menurunkan ekspresi PDGFRA dan meningkatkan kematian sel.
Untuk efektif melawan HGG, avapritinib perlu terbukti bisa memasuki otak. Ketika diuji dalam model hewan HGG, avapritinib mampu menembus otak dan mengurangi pertumbuhan tumor. Temuan ini mendorong tim untuk memperluas penelitian ke pasien manusia.
Filbin berkolaborasi dengan Blueprint Medicines untuk menguji avapritinib dalam delapan pasien berusia antara empat hingga 29 tahun yang menderita HGG sulit diobati. Tujuh tumor pasien memiliki perubahan PDGFRA terkonfirmasi. Avapritinib umumnya ditoleransi dengan baik dan laporan radiograf menunjukkan perubahan bentuk dan ukuran tumor pada tiga pasien yang juga memiliki kelangsungan hidup lebih lama.
Meskipun studi ini melibatkan sedikit kasus, hasilnya menunjukkan potensi baru untuk pengobatan HGG, terutama pada pasien dengan mutasi PDGFRA. Filbin menekankan kebutuhan untuk uji klinis yang dapat membuktikan temuan awal ini. Rencananya, uji klinis akan dirancang untuk pasien baru yang didiagnosis dengan mutasi PDGFRA.
“Temuan ini menunjukkan bahwa obat tunggal tidak pernah menjadi ‘home-run’ pada glioma kelas tinggi ini, tetapi ini membuka jalan untuk studi kombinasi di masa depan untuk menemukan sesuatu yang dapat bersinergi dengan avapritinib,” kata Becher. Tim Filbin akan melanjutkan penelitian pendahuluan untuk memperluas pemahaman mereka tentang avapritinib di HGG serta mencari kombinasi lain untuk intervensi yang lebih efektif.
Obat avapritinib menunjukkan potensi sebagai pengobatan baru untuk glioma kelas tinggi dengan mutasi PDGFRA, meskipun hasil penelitian hingga kini bersifat awal. Studi ini menekankan pentingnya penelitian lebih lanjut, termasuk uji klinis pada pasien baru. Kerjasama antara peneliti dan perusahaan farmasi juga berperan penting dalam menyediakan akses kepada pasien yang membutuhkan terapi baru.
Sumber Asli: www.the-scientist.com
Post Comment