Analisis Keseimbangan Risiko dan Manfaat Pengobatan Inhibitor Checkpoint Imun untuk Kanker Paru-paru Non-Kecil
Studi baru yang dipublikasikan di JAMA Oncology oleh Heyward et al. mengevaluasi keseimbangan risiko dan manfaat dari penggunaan inhibitor checkpoint imun untuk kanker paru-paru non-kecil. Data dari 17.681 pasien Medicare menunjukkan bahwa penggunaan kombinasi dengan kemoterapi mengurangi kematian tetapi meningkatkan efek samping serius. Kesimpulannya, tindakan yang bijak dalam pengobatan diperlukan berdasarkan profil risiko pasien.
Penggunaan inhibitor checkpoint imun dalam pengobatan kanker paru-paru non-kecil (NSCLC) kembali menjadi sorotan dalam sebuah studi yang dipublikasikan di
JAMA Oncology. Penelitian yang dilakukan oleh Heyward et al. ini menyoroti keseimbangan antara risiko dan manfaat dari penggunaan inhibitor ini berdasarkan berbagai tahap pengobatan.
Studi ini bersifat retrospektif dan melibatkan data dari 2013 hingga 2019 yang dikumpulkan dari Surveillance, Epidemiology, and End Results–Medicare. Para peneliti menganalisis pasien NSCLC berusia 66 tahun ke atas yang mendapatkan perawatan dengan kombinasi inhibitor checkpoint imun dan kemoterapi, atau hanya inhibitor ini saja. Dalam konteks ini, efek samping yang parah dianggap sebagai risiko, sedangkan penundaan kematian merupakan manfaat. Mereka melakukan evaluasi risiko dengan memperhitungkan penggunaan inhibitor pada lini pengobatan sistemik yang pertama atau kedua.
Dalam analisis tersebut, terdapat 17.681 penerima manfaat Medicare, di mana 49,5% diantaranya adalah perempuan dan rata-rata usia pasien mencapai 74 tahun. Pasien yang menerima kombinasi inhibitor checkpoint imun dengan kemoterapi memiliki risiko yang lebih tinggi terkena efek samping besar dibanding dengan mereka yang hanya mendapatkan satu jenis inhibitor (HR = 1,18). Namun, tidak ada peningkatan risiko yang signifikan pada lini pengobatan kedua atau seterusnya.
Meskipun risiko efek samping lebih tinggi, pasien yang menerima kombinasi tersebut juga mencatatkan angka kematian yang lebih rendah dibandingkan dengan mereka yang hanya mengandalkan satu inhibitor pada lini pengobatan pertama (HR = 0,66). Namun, tidak ada perbedaan mencolok pada lini kedua atau seterusnya (HR = 0,94).
Pada analisis lebih lanjut, ditemukan bahwa setiap tahun tambahan umur yang didapat dengan kombinasi inhibitor dan kemoterapi disertai dengan 0,31 efek samping serius (HR = 0,31). Penggunaan kombinasi tersebut lebih menguntungkan pada pasien dengan riwayat penyakit autoimun. Para peneliti menyimpulkan: “Hasil studi ini menunjukkan bahwa penggunaan inhibitor checkpoint imun plus kemoterapi di lini pertama pengobatan memerlukan pertimbangan yang informatif; manfaat potensialnya di kelompok pasien risiko tinggi cukup menjanjikan.”
Jodi B. Segal, MD, MPH dari Universitas Johns Hopkins menjadi penulis korespondensi artikel di
JAMA Oncology.
Dukungan untuk penelitian ini termasuk dana dari National Institute on Aging, National Heart, Lung, and Blood Institute, serta National Cancer Institute. Untuk rincian penuh setiap penulis studi, kunjungi
JAMA Oncology.
Kesimpulan dari studi ini menunjukkan bahwa penggunaan inhibitor checkpoint imun bersama kemoterapi berfungsi efektif untuk mengurangi angka kematian, meskipun membawa risiko efek samping yang serius. Penting bagi pasien dan penyedia layanan kesehatan untuk mempertimbangkan risiko dan manfaat sebelum membuat keputusan pengobatan, terutama di antara pasien dengan risiko tinggi atau kondisi tertentu.
Sumber Asli: ascopost.com
Post Comment