Penemuan Baru dalam Terapi Kanker Paru-paru Melalui Deteksi Tembaga
Laboratorium Chang di Princeton Chemistry membuka kemungkinan terapi baru untuk kanker paru-paru dengan menemukan cara efektif mendeteksi dan memanipulasi kadar tembaga di dalam sel. Penelitian menunjukkan bahwa kelasi tembaga berpotensi merugikan sel kanker yang bergantung pada logam tersebut. Temuan ini memperkuat pentingnya penelitian logam dalam konteks kesehatan dan terapi kanker.
Laboratorium Chang di Princeton Chemistry meneliti peran nutrisi logam dalam biologi manusia, fokus pada temuan terbaru mengenai tembaga. Mereka mengembangkan probe sensor untuk mendeteksi tembaga dalam sel manusia dan menginvestigasi perannya dalam pertumbuhan sel kanker paru-paru. Hasil penelitian menunjukkan kemungkinan terapi kelasi tembaga yang menjanjikan pada kanker paru-paru tertentu, di mana sel-sel menunjukkan transformasi pengatur gen yang merespons stres oksidatif dan kadar tembaga yang rendah.
Paper kolaboratif berjudul “A histochemical approach to activity-based copper sensing reveals cuproplasia-dependent vulnerabilities in cancer” diterbitkan di Proceedings of the National Academy of Sciences. Penelitian ini mengikuti paper terkait yang diterbitkan pada Juli 2024 yang berfokus pada besi. Penggunaan probe pencitraan pada berbagai garis sel tumor dari National Cancer Institute membantu mengidentifikasi tipe sel dengan kadar tembaga yang tinggi.
Laboratorium Chang menyatakan pentingnya keseimbangan kadar tembaga untuk kesehatan. “Banyak penyakit, termasuk kanker, melibatkan pemahaman tentang faktor-faktor mendasar yang menyebabkan pertumbuhan atau kematian sel,” jelas Christopher Chang. Mereka menyusun metode yang memungkinkan analisis banyak tipe sel sekaligus, mengidentifikasi ketergantungan pada pertumbuhan sel kanker yang bergantung pada tembaga.
Dalam penelitian tersebut, peneliti menghubungkan tembaga dengan faktor transkripsi NRF2, yang diaktifkan oleh stres oksidatif. “Tingkat tembaga yang tinggi dalam sel dapat menyebabkan stres oksidatif, yang berhubungan dengan pengaruh NRF2 dalam mengatur kadar tembaga,” kata Aidan Pezacki, salah satu penulis utama.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan potensi terapi kelasi tembaga yang dapat mengurangi pertumbuhan sel kanker. “Kami menemukan bahwa sel dengan tingkat NRF2 yang lebih tinggi mengalami kematian sel lebih tinggi setelah diberi kelator tembaga,” tambah Pezacki. Ini mengindikasikan bahwa pengurangan kadar tembaga bisa menjadi strategi terapeutik pada kanker tertentu.
Chang menjelaskan bahwa penelitian ini merupakan langkah awal dalam memetakan kerentanan logam dalam kanker. “Kami sedang mencoba menghubungkan penelitian ini dengan pertumbuhan sel secara umum, karena semua penyakit terkait dengan keseimbangan pertumbuhan dan kematian sel,” ungkap Chang. Penelitian didukung oleh pendanaan dari beberapa lembaga termasuk National Institutes of Health.
Penelitian ini dipublikasikan oleh Marco Messina dan kolaboratornya, memperkuat pemahaman tentang peran tembaga dalam penyakit kanker terus berlanjut. Ke depan, mereka berharap untuk menerapkan temuan ini dalam konteks yang lebih luas pada proses kesehatan dan penyakit.
Penelitian ini dilakukan untuk memahami pentingnya logam dalam tubuh, terutama tembaga dan perannya dalam pertumbuhan sel kanker. Dalam konteks kanker paru-paru, keseimbangan kadar tembaga sangat penting, mengingat dampaknya terhadap sel-sel yang tumbuh secara abnormal. Sebelumnya, fokus penelitian terkait logam lain seperti besi juga telah dilakukan, dan penelitian terbaru mengaitkan kadar tembaga dengan mekanisme stres oksidatif dalam sel, kemungkinan membuka jalan untuk terapi baru.
Penelitian di Laboratorium Chang menyoroti peran tembaga dalam kanker paru-paru, mengungkapkan hubungan antara kadar tembaga dan faktor transkripsi NRF2. Dengan menggunakan metode baru, temuan menunjukkan bahwa kelasi tembaga bisa menjadi strategi terapeutik yang menjanjikan. Melalui penelitian ini, diharapkan akan ada lebih banyak pemahaman tentang perkembangan dan potensi pengobatan kanker yang lebih efektif.
Sumber Asli: www.news-medical.net
Post Comment