Aktivitas Listrik Memicu Agresi pada Kanker Paru-Paru Kecil
Penelitian di Francis Crick Institute menemukan bahwa sel kanker paru-paru kecil membentuk jaringan listrik sendiri, memfasilitasi perkembangan dan agresivitas tumor. Peneliti menemukan hubungan simbiotik antara sel neuroendokrin dan non-neuroendokrin, di mana sel non-NE menyediakan laktat sebagai sumber energi. Temuan ini menjelaskan bagaimana SCLC dapat memiliki sifat agresif dan memberi harapan untuk pengembangan terapi baru.
Peneliti dari Francis Crick Institute menemukan bahwa beberapa sel kanker paru-paru kecil (SCLC) yang sangat agresif dapat mengembangkan jaringan listriknya sendiri, mirip dengan sistem saraf tubuh. SCLC adalah salah satu jenis kanker yang paling sulit diobati dan biasanya telah menyebar saat diagnosis dilakukan. Kanker ini terutama berasal dari sel neuroendokrin (NE) yang berfungsi mengatur aliran udara dan darah di paru-paru.
Dalam penelitian yang diterbitkan di jurnal Nature, tim peneliti memeriksa aktivitas listrik pada sampel SCLC manusia dan tikus untuk mengetahui apakah aktivitas tersebut berkontribusi terhadap agresivitas kanker. Menggunakan teknik dari ilmu saraf, mereka menemukan bahwa sel SCLC telah mampu menghasilkan aktivitas listriknya sendiri, membentuk jaringan listrik dalam tumor, terlepas dari suplai listrik tubuh termasuk saraf di sekitarnya.
Dengan proses pengiriman sinyal listrik yang membutuhkan banyak energi, peneliti menyelidiki bagaimana energi ini dihasilkan. Seiring waktu, tim memperhatikan perubahan ekspresi gen penting saat kanker berkembang, menyebabkan beberapa sel kehilangan identitas NE dan menjadi sel kanker non-NE. Dengan saling berkolaborasi, sel-sel kanker ini mempercepat perkembangan tumor. Gen yang memungkinkan komunikasi listrik diaktifkan di sel NE, sementara gen yang berkaitan dengan lingkungan suportif diaktifkan di sel non-NE.
Sel NE dan non-NE menunjukkan hubungan mirip dengan neuron dan astroglia, yaitu sel otak yang mendukung fungsi neuron. Seperti yang terjadi di otak, sel non-NE mengalirkan laktat, sumber energi alternatif dan efisien bagi sel NE, untuk mendukung aktivitas listrik mereka. Menghambat pompa laktat mengurangi aktivitas listrik sel NE, menunjukkan bahwa hubungan ini penting untuk kesehatan tumor.
Meskipun mengalami perubahan gen yang sama yang menyebabkan kanker, sel non-NE pada tikus tidak menyebar atau membentuk tumor di tempat lain. Untuk mengevaluasi dampak aktivitas listrik pada sel NE, tim menggunakan racun dari ikan puffer bernama tetrodotoksin (TTX) yang menekan aktivitas listrik. Mereka menemukan bahwa TTX tidak membunuh sel NE, tetapi mengurangi potensi pembentukan tumor mereka dalam jangka panjang, tanpa efek pada sel non-NE.
Penelitian juga menunjukkan bahwa penanda aktivitas listrik yang meningkat terdeteksi pada sel SCLC dibandingkan dengan sel sehat yang berdekatan. Saat kanker berkembang, sel non-NE menunjukkan penanda yang menunjukkan peningkatan ekskresi laktat. Perubahan pola pemberian energi pada sel NE ini berbeda dari kebanyakan jenis kanker lain yang tidak dapat membangun jaringan listrik mereka sendiri.
Hasil ini menunjukkan bahwa aktivitas listrik sel NE mendorong kemampuan tumor untuk tumbuh dan menyebar, yang merupakan penyebab utama kematian kanker pada pasien. Paola Peinado Fernandez, peneliti utama, menyatakan: “Penelitian kami menunjukkan bahwa sel NE dalam SCLC dapat menghasilkan pasokan listriknya sendiri dan didukung oleh sel non-NE. Kami telah mengidentifikasi ciri yang membuat jenis kanker ini lebih agresif dan sulit diobati.”
Tim peneliti berencana untuk menyelidiki dampak aktivitas listrik pada jenis kanker lainnya dan mempertimbangkan apakah penargetan sifat ini dalam kanker paru-paru kecil dapat membuka opsi pengobatan baru.
Penelitian ini mengungkapkan bahwa sel kanker kecil paru-paru dapat membangun jaringan listrik independen yang mendukung pertumbuhan dan penyebaran mereka. Peran penting dari hubungan antara sel NE dan non-NE serta mekanisme yang mendasari agresivitas tersebut membuka peluang baru dalam pengobatan kanker. Peneliti berharap dapat mengeksplorasi kerentanan ini dalam pengembangan terapi kanker yang lebih efektif.
Sumber Asli: www.news-medical.net
Post Comment